Laman

Selasa, 23 Oktober 2012

Sejarah Film: Dari Bisu ke Suara

SEJAK pertama kali dipertontonkan di depan umum pada Desember 1895, semua film hitam-putih dan bisu. Suara dalam film baru diperkenalkan tahun 1920-an. Untuk memberi efek suara pada film, instrumen piano biasanya dimainkan di belakang layar saat sebuah film diputar. Upaya mengisi suara juga dilakukan dengan cara serupa saat film sedang diputar. Beberapa aktor/aktris bersuara di belakang layar menirukan dialog yang muncul dalam film. Eksperimen warna juga baru dimulai pada tahun 1930-an.

Seperti yang dipelopori oleh Lumiere bersaudara, film yang dibuat pada masa awal hanya berisi rekaman adegan atau peristiwa sehari-hari. Sineas asal Prancis Georges Melies yang pertama menambahkan unsur fantasi dalam film. Karya Melies tahun 1902 berjudul Trip to The Moon adalah film petualangan luar angkasa pertama. Pembuatan film ini melibatkan sejumlah trik kamera. Misalnya untuk membuat orang menghilang dan mucul kembali atau membuat sebuah karakter tumbuh dan menyusut. Gagasan trik film yang yang kemudian dicuri oleh sineas Amerika Serikat (AS).

Setelah jamak dibuat film dengan sejumlah trik kamera atau yang sifatnya dokumenter (menggambarkan kehidupan sehari-hari), film jenis lain kemudian muncul. Di AS Edwin S. Porter yang pertama kali memperkenalkan film laga. Tahun 1903 dia membuat film berjudul The Great Train Robbery. Film ini berkisah tentang bandit yang menyerang sebuah kereta saat melaju kencang. Porter merekam film ini di 12 tempat adegan yang berbeda. Teknik menyatukan gambar-gambar yang diambil dari adegan yang berbeda ini menjadi sebuah perkembangan penting dalam produksi film. Porter berhasil memperkenalkan sebuah cara yang kemudian dikenal dengan nama teknik dissolves.

Lebih dari dua dekade kemudian, teknologi suara berhasil digunakan dalam film. The Jazz Singer yang diputar Oktober 1927 di New York adalah film berbicara/bersuara (talkie) pertama. Tidak seperti suara yang kita dengar di film seperti saat ini, suara kala itu bentuknya merupakan sinkronisasi. Belum menyatu dengan film, tapi menggunakan track yang berbeda. Hingga tahun 1933 hanya tersisa kurang dari satu persen film bisu yang dibutar di bioskop.

(Sumber: isukomunikasi.blogspot.com) Ekeng KH

Tidak ada komentar: